Dua puisi An Najmi di Posmetro Prabu 15 September 2015
An Najmi |
Ambivalensi Hidup
aral rintang terpatri melintang, belenggu jiwa yang bahagia, masuk bersama kebingungan yang muncul dari langit-langit mata, memangu. aku dan doa laksana kesetiaan nyata, di mana ada dia di sana ada aku, tapi mungkin tuturku terlalu pelan, samar. Sehingga kuping tuhan tak mampu mendengar, atau langit yang menguburnya bersama awan dan dijatuhkan lagi ke bumi berbentuk hujan, tangisan-tangisan.
aku dan sekelimet asa memudar, sudah lapar senyuman, hingga aku ditabrak selaksa konflik, begitu pelik. Sampai terpejam dalam jerit. Oh, tuhan, nikmat apalagi yang telah aku dustakan, seperti tempat penampungan dosa angkara, murka. Tidak, tidak mungkin, ini hanyalah uji berbentuk merinding atau dingin yang bekukan hati, membusuk, datang bersama hipoksi gunung ego tertinggi
ketika langitku tak lagi pancar hujan, aku bingung tak ketulungan, aku seperti membatu, tak lagi mematuk rindu, kalbuku dikutuk, pada kemarau tak berkesudah, padahal, saat itu aku sadar dan berusaha datangkan hujan, dengan segala usaha, sampai aku terbakar bersama keringnya dedaun yang tak punya ranting pegangan, tak juga memantik kehidupan
lagi lagi aku diselamatkan, atas renggut kekufuran, bersama sengat mentari dan keringat, kucari kehidupan, kutumbuhi sejuta daun, kubuat hutan hujan tropis di hati, aku mulai senyum diri pada usaha yang terjamah, susah payah berproses, hidup tak seperti mie instan, cepat jadi pada zat kebinasaan, aku sih mencari yang alami saja, pada kesederhanaan yang menyehatkan, luputkan teknologi zaman, alibi bisnis yang cari keuntungan. buntung di ujung kematian.
Prabumulih, 2015
Sore bebas dipayung kerinduan
Nang
Rasakan pelukan senja
dilepas penatmu
bokongbokong kesusahan
yang meranum
kala kejaran dunia
hampir lemahkan sisa asa
tertempel di bulubulu mata
rindurindu jemu
hati yang kumuh. Lusuh
hah, lama tak semir
menghadirkan cibir.
Nang
babanmu hilang bersama derai ombak
luntur dipancaran sunset kebahagiaan
terbangun di surga firdaus
bersama peri mulus
kau tangkap kebebasan
di kejernihan hati
putih
bersih
Cahaya suci
isyarat keriduan ilahi
di payung ashri. setiap kali.
setiap hari
kau bersaksi
Prabumulih, Agustus 2015
An Najmi lahir di Inderalaya 23 tahun lalu, Alumni Politeknik Negeri Sriwijaya 2012 Jurusan Administrasi Bisnis. Karya puisinya pernah di muat di Sayap Kata, Detak Pekanbaru, Metro Riau, Xpresi Riau Pos, Tribun Sumsel. Bergiat di Comperter, sekarang menjadi ketua Competer-Sumatera Selatan, Palembang.
aral rintang terpatri melintang, belenggu jiwa yang bahagia, masuk bersama kebingungan yang muncul dari langit-langit mata, memangu. aku dan doa laksana kesetiaan nyata, di mana ada dia di sana ada aku, tapi mungkin tuturku terlalu pelan, samar. Sehingga kuping tuhan tak mampu mendengar, atau langit yang menguburnya bersama awan dan dijatuhkan lagi ke bumi berbentuk hujan, tangisan-tangisan.
aku dan sekelimet asa memudar, sudah lapar senyuman, hingga aku ditabrak selaksa konflik, begitu pelik. Sampai terpejam dalam jerit. Oh, tuhan, nikmat apalagi yang telah aku dustakan, seperti tempat penampungan dosa angkara, murka. Tidak, tidak mungkin, ini hanyalah uji berbentuk merinding atau dingin yang bekukan hati, membusuk, datang bersama hipoksi gunung ego tertinggi
ketika langitku tak lagi pancar hujan, aku bingung tak ketulungan, aku seperti membatu, tak lagi mematuk rindu, kalbuku dikutuk, pada kemarau tak berkesudah, padahal, saat itu aku sadar dan berusaha datangkan hujan, dengan segala usaha, sampai aku terbakar bersama keringnya dedaun yang tak punya ranting pegangan, tak juga memantik kehidupan
lagi lagi aku diselamatkan, atas renggut kekufuran, bersama sengat mentari dan keringat, kucari kehidupan, kutumbuhi sejuta daun, kubuat hutan hujan tropis di hati, aku mulai senyum diri pada usaha yang terjamah, susah payah berproses, hidup tak seperti mie instan, cepat jadi pada zat kebinasaan, aku sih mencari yang alami saja, pada kesederhanaan yang menyehatkan, luputkan teknologi zaman, alibi bisnis yang cari keuntungan. buntung di ujung kematian.
Prabumulih, 2015
Sore bebas dipayung kerinduan
Nang
Rasakan pelukan senja
dilepas penatmu
bokongbokong kesusahan
yang meranum
kala kejaran dunia
hampir lemahkan sisa asa
tertempel di bulubulu mata
rindurindu jemu
hati yang kumuh. Lusuh
hah, lama tak semir
menghadirkan cibir.
Nang
babanmu hilang bersama derai ombak
luntur dipancaran sunset kebahagiaan
terbangun di surga firdaus
bersama peri mulus
kau tangkap kebebasan
di kejernihan hati
putih
bersih
Cahaya suci
isyarat keriduan ilahi
di payung ashri. setiap kali.
setiap hari
kau bersaksi
Prabumulih, Agustus 2015
An Najmi lahir di Inderalaya 23 tahun lalu, Alumni Politeknik Negeri Sriwijaya 2012 Jurusan Administrasi Bisnis. Karya puisinya pernah di muat di Sayap Kata, Detak Pekanbaru, Metro Riau, Xpresi Riau Pos, Tribun Sumsel. Bergiat di Comperter, sekarang menjadi ketua Competer-Sumatera Selatan, Palembang.
0 Response to "Dua puisi An Najmi di Posmetro Prabu 15 September 2015"
Post a Comment